Minggu, 31 Mei 2009

dampak lingkungan

Perwujudan Malang sebagai kota pendidikan yang bertaraf Internasional mulai disorot oleh berbagai kalangan. Simak tulisan-tulisan sebelumnya di forum ini (Saudara Wahyu Widayat dan Saudara Karyoto) yang mengevaluasi kinerja Malang sebagai Kota Pendidikan. Disatu sisi Malang telah dideklarasikan sebagai kota pendidikan dan sekaligus kota pendidikan internasional, tetapi disisi lain berbagai prasarana dan sarana baik fisik dan non fisik masih belum sepenuhnya mengacu kepada pencapaian predikat tersebut. Simak saja dari APBD Kota Malang untuk tahun 2005 alokasi anggaran untuk sektor pendidikan masih dibawah perda yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota Malang sendiri. Belum lagi masalah penyediaan gedung-gedung pendidikan yang representatif bagi penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional. Kalau demikian adanya kenapa Malang mendeklarasikan diri menjadi kota pendidikan internasional ? Tulisan berikut ini ingin melihat dari sisi lain tentang keberadaan Kota Malang dewasa ini berkaitan dengan kelestarian alam dan lingkungan hidup.
Dalam beberapa tahun terkahir ini pemandangan Kota Malang diwarnai oleh munculnya bangunan fisik yang mengarah pada Kota Metropolitan. Di berbagai kawasan, khususnya yang terletak di pinggir jalan strategis berdiri ruko-ruko dan gedung-gedung swalayan baru dengan aneka bentuk dan jenis kegiatannya. Beberapa bangunan rumah yang tadinya berdiri di sepanjang jalan yang ada kini beralih fungsi menjadi sederatan pusat perdagangan dan industri kecil. Begitu pula dengan lahan yang tadinya berupa sawah/kebun produktif kinipun beralih fungsi menjadi tempat berdirinya berbagai bangunan fisik dengan berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan. Apabila dicermati lebih jauh lagi dapat diperhatikan bahwa bisnis properti (perumahan) berkembang subur di Kota Malang, khususnya pada daerah-daerah pinggiran. Daerah-daerah ini merupakan daerah penyangga Kota Malang yang telah penuh sesak dengan berbagai aktivitasnya. Sehingga menyebabkan pembangunan kawasan perumahan baru banyak berdiri pada daerah-daerah yang tadinya tegalan, kebun dan sawah yang berada di sekitar Kota Malang.
Realitas di Kota Malang juga menunjukkan bahwa mobilitas penduduk di Kota Malang juga menunjukkan peningkatakan dalam aktivitasnya. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya volume kendaraan roda dua dan roda empat yang melewati jalan-jalan strategis. Mobilitias penduduk yang tinggi tersebut semakin bervariasai kegiatannya seiring dengan momen-momen khusus yang terjadi. Pada hari-hari libur nasional jalanan bertambah padat dengan arus kendaraan di Kota Malang. Masyarakat dari luar Kota Malang atau masyarakat Malang sendiri ingin menghabiskan waktu untuk berlibur di tempat-tempat wisata yang di Malang. Sedangkan pada hari-hari penerimaan mahasiswa baru (Tahun Ajaran Baru), Kota Malang diserbu oleh para lulusan SLTA dari berbagai Kota di Jawa Timur khususnya untuk mendaftarkan diri menjadi mahasiswa baru di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Kota Malang.
Pada kondisi lain dapat juga diperhatikan bahwa keadaan lingkungan hidup di Kota Malang akhir-akhir ini menunjukkan terjadinya banjir di beberapa jalan wilayah perumahan maupun pertokoan, asap kendaraan bermotor yang semakin meningkat dan volume sampah yang semakin meningkat pula. Konsekuensi dari beberapa kondisi tersebut juga dapat mengakibatkan permasalahan di sektor kesehatan, seperti munculnya kasus-kasus demam berdarah dan firus flu burung.
Rangkaian fenomena di atas menunjukkan bahwa perkembangan Kota Malang diwarnai ole tiga kegiatan penting, yakni pendidikan, wisata dan ekonomi. Namun demikian dalam perkembangannya, pembangunan fisik untuk kegiatan ekonomi lebih dominan dibandingkan dengan kedua kegiatan di atas. Hal ini ditunjukkan oleh berdirinya pusat-pusat perbelanjaan dan ruko-ruko baru yang banyak berdiri. Berdirinya pusat perbelanjaan tersebut menimbulkan diferensiasi kegiatan yang beraneka ragam, mulai dari jasa parkir hingga transportasi. Peminatnyapun semakin bertambah seiring dengan semakin bervariasinya bentuk pusat perbelanjaan dan aktivitas yang ditawarkannya. Sehingga image yang muncul adalah Kota Malang sebagai pusat perbelanjaan baru yang menyuguhkan aroma glamour dan kemewahan ketimbang aroma kutu buku. Fenomena pusat perbelanjaan di Kota Pendidikan sebenarnya tidak hanya terjadi di Malang saja, Yogyakarta yang disebut juga sebagai Kota Pendidikan pun juga diwaranai oleh banyaknya pusat perbelanjaan baru yang beridiri di sekitar kawasan pendidikan. Bagaimana dampak pembangunan sektor non pendidikan tersebut terhadap kelestarian alam dan lingkungan di Kota Malang ?
Nampaknya paradigma pembangunan yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan obat mujarab untuk mengatasi masalah kemiskinan masih menjandi pedoman bagi pembangunan di Kota Malang. Dalam kacamata pencapaian target pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Produk Domestik Regional Bruto tinggi), nampaknya pembangunan sarana fisik yang bercirikan gedung-gedung pertokoan yang baru dengan diferensiasi kegiatan yang beraneka ragam di Kota Malang merupakan pembenaran dari paradigma pertumbuhan ekonomi. Namun apabila dikaitkan dengan kelestarian alam dan lingkungan hidup, paradigma tersebut perlu untuk dikaji ulang untuk penerapannya dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Adalah Kuznets (1955) yang berupaya mengkritisi model pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata. Menurutnya, pembangunan tanpa memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan hanya akan menciptakan kerusakan lingkungan hidup itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam beberapa periode sebelumnya justru akan terkikis oleh ekses-ekses negatif dari pertumbuhan itu sendiri. Analisis Kuznets tentang pengaruh kelestarian lingkungan hidup terhadap pertumbuhan ekonomi ini secara teoritis diungkapkan dengan muncunya teori Environmental Kuznets Curve (EKC). Teori Environmental Kuznets Curve (EKC) menyatakan bahwa untuk kasus di negara sedang berkembang seiring dengan perjalanan waktu, kegiatan industri dapat merusak kelestarian alam dan lingkungan. Sebaliknya untuk negara maju, seiring dengan perjalanan waktu dalam kegiatan industrinya, maka kelestarian lingkungan hidup semakin bisa dijamin keberadaannya. Berdasarkan pada penemuannya tersebut, bentuk kurva EKC adalah huruf U terbalik (Munasinghe, 1999).
Guna menjaga kelestarian lingkungan hidup yang dapat menopang pembangunan dalam jangka panjang (long run development), dibutuhkan peran pemerintah. Peran pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam yang berpokok pada kelestarian lingkungan hidup mengandung dimensi penting, yakni melakukan investasi (tambahan) dalam hal pemeliharaan dan pengamanan sumber daya alam secara berkelanjutan (Djoyohadikusumo,1994).

Apa yang terjadi di Kota Malang dewasa ini menimbulkan kondisi dilematis bagi semua fihak, pemerintah kota (eksekutif), dewan (legeslatif), akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh agama/masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Kesemua elemen masyarakat tersebut merupakan stakeholder yang tentunya ingin agar keseimbangan dan kesinambungan pembangunan di Kota Malang benar-benar dapat terjaga. Pertumbuhan ekonomi dengan berbagai sarana fisik yang diciptakannya tidak akan dapat bertahan lama kalau lingkungan hidup di sekitarnya tidak memberikan dukungan yang optimal. Kita sudah melihat secara riil bagaimana dampak dari banjir yang muncul akhir-akhir ini, harta, rumah dan ternak hancur terbawa arus air. Belum lagi beban moral (shocks) yang harus ditanggung dari musibah yang dialami oleh masyarakat. Butuh waktu lama lagi untuk menyegarkan moral dari serangkaian bencana alam yang terjadi.
Nampaknya kita tidak ingin agar buah dari pembangunan yang telah dicapai oleh Kota Malang justru hancur oleh ekses negatif dari pembangunan itu sendiri. Munculnya berbagai bangunan fisik yang menjamur di Kota Malang walaupun tidak semuanya memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, namun perlu diperhatikan aspek pembangunannya dari dimensi kelestarian alam dan lingkungan hidup.
Sebagai akhir dari tulisan ini, nampaknya dapat digarisbawahi bahwa upaya untuk merealisasikan Malang sebagai Kota Pendidikan (apabila bertaraf internasinal) perlu rethinking kembali tentang hakekat/makna dari Kota Pendidikan. Menurut hemat penulis, sebutan Malang sebagai Kota Pendidikan harus dilandasi oleh semangat kultural yang berorientasi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat Kota Malang khususnya melalui pemberdayaan secara autonomus. Dalam hal ini pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia anggaran bagi penyediaan fasilitas publik di sektor pendidikan. Pembangunan industri tentunya diarahkan hanya sebagai supporting sector terhadap keberadaan sektor pendidikan yang telah lama menjadi idola bagi masyarakat. Pembangunan pusat perbelanjaan baru dan ruko-ruko diharapkan menjadi penyedia terhadap berbagai kebutuhan yang muncul sebagai akibat dari adanya sektor pendidikan dan bukan sebaliknya. Selain itu pula dalam rangka menjaga keseimbangan dan kelestarian alam dan lingkungan hidup, maka perlu diminimalisir ekses-ekses negatif dari perkembangan di sektor non pendidikan (sektor industri). Hal ini dapat dilakukan dengan mengevaluasi kembali keberadaan RT/RW yang terkait dengan penataan dan peruntukan lahan/wilayah di Kota Malang. Begitu pula dengan aspek administrasi dari pembangunan bangunan fisik seperti harus memenuhi persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).



”TIMOER”
Info Media Ilmiah

Latar Belakang,
sesuai dengan judul, dimana Dampak Pencemaran
adalah merupakan sebagai kaidah/norma maupun koridor hukum Lingkungan Hidup, dimana tetap saja terjadi pelanggaran terhadap pencemaran Lingkungan Hidup, yang sewaktu-waktu dapat mengganggu kehidupan manusia di bumi ini, seperti berbagai bencana alam yang ditimbulkan akibat pencemaran tersebut.
Atas dasar tersebut maka sudah seharusnyalah perlu adanya peraturan yang mengatur secara tegas dan tajam untuk mencegah terjadi pencemaran lingkungan hidup dalam hal ini peraturan/undang-undang mengenai AMDAL, yang dalam hal ini adalah sebagai kewenangan/prodak dari Pemda maupun Pemerintah Pusat. Terdapat permasalahan yang terjadi yaitu : 1.bagaimanakah Pendekatan Intrumental yang berupa undang-undang dan Pendekatan Alam akibat dampak pencemaran Lingkungan Hidup yang berpengaruh terhadap kondisi internal maupun eksternal ?, 2.bagaimanakah caranya untuk memperkecil akibat dampak pencemaran Lingkungan Hidup tersebut, agar terhindar dari berbagai macam bencana yang sering terjadi ?

Tujuan dan maksud, pembahasan penulis adalah adalah untuk membahas dan menganalisa sampai sejauh manakah akibat pencemaran lingkungan hidup walaupun sudah diatur oleh undang-undang lingkungan hidup, baik oleh Peraturan AMDAL, Peraturan Limbah B3, Peraturan Pencemaran Air dan Peraturan Pencemaran Udara.

Kerangka Teori dan konsep, menggunakan teori dari H.L.A. HART yang mendifinisikan bahwa :“Bahwa suatu konsep tentang hukum yang mengandung unsur-unsur kekuasaan yang berpusat kepada kewajiban tertentu didalam Gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat”

Kerangka dasar/Landasan Hukum adalah UU Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang penguasaannya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, TAP MPR IX/MPR/2001 Uraian 116D dan 116 E, dan Peraturan Penerintah RI No.51 Tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan, PP No. 51 Tahun 1993 KEPMEN LH No. 10 Th 1994 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan (KEPMEN LH No. 11 Th 1994, KEPMEN LH No. 12 Th 1994, KEPMEN LH No. 13 Th 1994, KEPMEN LH No. 14 Th 1994, KEPMEN LH No. 15 Th 1994 ) ; KEPMEN LH No. 42 Th 1994, KEPKA BAPEDAL No. 056 Tahun 1994, KEPMEN LH No. 54 Th 1995, KEPMEN LH No. 55 Th 1995, KEPMEN LH No. 57 Th 1995, KEPMEN LH No. 39 Th 1996 dan KEPKA BAPEDAL No. 299/BAPEDAL/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspekl Sosial dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. LIMBAH B3 (bahan berbahaya dan beracun) : PP No. 19 Th 1995, PP 12 Th 1994 tentang perubahan PP No. 19 Th 1994 ; PENCEMARAN AIR : PP RI. No. 20 Th 1990, KEPMEN LH. No. 52/MENLH/101/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair, KEPMEN LH. No. 58/MENLH/12/1995, KEPMEN LH. No. 42/MENLH/101/1996 KEPMEN LH. No. 43/MENLH/101/1996, dan PENCEMARAN UDARA : KEPMEN LH. No. 35/MENLH/101/1993, KEPMEN LH. No. Kep-13/MENLH/3/1995, KEPMEN LH. No. 50/MENLH/11/1996.

Lingkungan hidup Indonesia adalah merupakan sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek sesuai dengan Wawasan Nusantara, dan dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUDasar 1945, serta untuk mencapai kebahagian hidup berdasarkan Pancasila perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Atas dasar tersebut maka perlunya melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksannya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, dimana penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Berkaitan dengan masalah tersebut dibutuhkan kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN Tahun 1982 No. 12, Tambahan Lembaran Negara No. 3215) untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahkluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain, dengan disertai pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Oleh sebab itulah maka sangat perlu untuk dilakukannya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup sebagai upaya dasar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan, dengan mempersiapkan sumber daya yang merupakan sebagai unsure lingkungan hidup yang terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam baik hayati maupun non hayati dan sumber daya buatan.
Dengan melakukan upaya pencegahan terhadap pencemaran tersebut maka haruslah melihat kepada hal mengani baku mutu lingkungan hidup, yang merupakan sebagai tolok ukur batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada/atau unsur pencemaran yang tenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Dimana pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi atau komponnen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Ruang Lingkup Lingkungan Hidup, terdiri dari pendekatan Intrumental, pendekatan hukum alam, yang akan diuraikan dibaweah ini :
1.Pendekatan Intrumental.
Didasari kepada asas, tujuan dan sasaran, dimana pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dimana bagi setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan tujuan untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, dimana pada setiap kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, karena mungkin saja pada setiap kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup tersebut. Berdasarkan masalah tersebut diatas perlunya suatu persyaratan pada setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan kegiatan dengan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. Dan atas dasar tersebut perlunya melakukan pengawasan dilaksanakan pengawasan terhadap setiap usaha atau kegiatan dengan menunjuk pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap lingkungan hidup dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah dan Kepala Daerah, yang dibentuk khusus oleh Pemerintah. Pemerintah Daerah (Gubernur) berwenang melakukan paksaan perintah terhadap penanggung jawab terhadap kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, untuk melakukan penyelamatan dan wewenang tersebut dapat diserahkan kepada Bupati/Walikotamadya, dimana terhadap pelanggaran tersebut dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha atau kegiatannya. Sedangkan untuk melakukan peningkatan kinerja usaha atau kegiatan dalam hal ini Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup. Dan untuk menyelesaikan terhadap Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa, sedangkan penyelesaian sengketa diluar sidang tidak berlaku terhadap tidak pidana lingkungan hidup.

2.Pendekatan Hukum Alam.
Dalam pendekatan hukum alam tidak terlepas dari Hukum Kehutanan yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan dan hasil hutan, dimana menurut UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (LN.8/1967, TLN. 2832), Hutan adalah suatu lapangan bertumbuh pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya yang oleh Pemerintah ditetapkan sebagai hutan, industri, kayu bakar, bambu, rotan, rumpu-rumputan dan hasil hewan seperti satwa buru, satwa elok. Berdasarkan Hukum Adat sebagai dasar pembangunan hukum, didalam mengadakan unifikasi hukum adalah tidak memilih Hukum Adat sebagai dasar utama pembangunan Hukum Tanah yang baru., yang secara sadar diadakan kesatuan hokum yang memuat lembaga-lembaga dan unsur-unsur yang baik, baik yang terdapat dalam Hukum Adat maupun Hukum Baru. Pada umumnya orang melihat dan mengartikan Hukum Adat hanya sebagai hukum positif yaitu sebagai hukum yang merupakan suatu rangkaian norma-norma hukum, yang menjadi pegangan bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut berbeda sekali dengan norma-norma hukum tertulis, yang dituangkan dengan sengaja secara tegas oleh Penguasa Legislatif dalam bentuk peraturan perundang-undangan, norma-norma Hukum Adat saebagai hukum tidak tertulis adalah rumusan-rumusan para ahli (hukum) dan hakim. Rumusan-rumusan tersebut bersumber pada rangkaian kenyataan mengenai sikap dan tingkah laku para anggota masyarakat hukum adat dalam menerapkan konsepsi dan asas-asas hukum, yang merupakan perwujudan kesadaran hukum warga masyarakat hukum adat tersebut dalam menyelesaikan kasus-kasus konkret yang dihadapai. Atas dasar penjelasan tersebut, dimana penulis membahasan mengenai ketentuan Hukum Adat dan Undang Undang Pokok Agraria, karena kedua landasan hukum ini adalah merupakan landasan yang fudamental bagi ketentuan-ketentuan atau norma-norma Lingkungan Hidup, yang pada dasarnya tidak terlepas dari norma-norma Hukum Adat, Sosiologi dan Hukum Agraria. Dimana ketiga ketentuan atau norma/perundang-undangan saling berhubungan sangat kental atau erat sekali, karena pada umumnya yang menjadi objek kajiannya adalah mengenai penguasaan tanah, masyarakat dan Pemerintah.
Kajian Hukum Lingkungan Hidup, Adalah merupakan komponen aspek social yang perlu dikaji secara mendalam didalam menyusus analisis mengenai dampak lingkungan sehingga dampak negatif akibat suatu kegiatan terhadap komponen tersebut dapat dikelola dengan baik, dimana aspek social dalam analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) adalah telaah yang dilakukan terhadap komponen demografi, dan budaya serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari komponen lain dalam penyusunan AMDAL. Dimana analisis mengenai dampak lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi mengenai dampak penting suatu atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
Atas dasar tersebutlah bahwa pedoman teknis kajian aspek social menjadi penting dalam menyusun AMDAL dan ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kajian-kajian komponen lain dengan tujuan untuk memahami dan melakukan kajian mengenai aspek-aspek social dalam penyusunan Amdal, untuk memahami segala aspek biogeofisik dan social dalam AMDAL dan untuk membantu mempermudah proses penyusunan aspek social dalam studi AMDAL.

Mengenai ruang lingkup adalah merupakan proses awal untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengindetifikasaikan dampak penting potensial yang timbul sebagai akibat rencana usaha atau kegiatan, yang diperlukannya dua hal dalam pelingkup AMDAL yaitu : 1.Indentifikasi Dampak Potensial, dimana dalam proses indentifikasi dampak potensila dapat dipergunakan beberapa yaitu daftar uji, matrik interaksi sederhana, bagan alir, penelaahan pustaka, pengamatan lapangan, analisis isi dan interaksi kelompok, 2.Evaluasi Dampak Potensial bertujuan menyeleksi dan menetapkan komponen dampak potensial aspek social yang relevan untuk ditelaah yaitu dengan menggunakan beberapa pertanyaan, 3.Pemusatan dampak penting (focusing) yang bertujuan untuk mengelompokkan/mengkatagorikan dampak penting yang telah dirumuskan sebelumnya agar diperoleh isu-isu pokok lingkungan secara utuh dan lengkap dengan memperhatikan : ( a.dampak rencana usaha atau kegiatan terhadap komponen lingkungan yang akan mengalami perubahan mendasar/dampak penting, b. dampak rencana aspek social yang mengakibatkan timbulnya dampak penting pada aspek fisik, kimia dan biologi. Hubungan sebab akibat antar komponen dampak penting aspek social itu sendiri).

Metode Pendekatan Dan Fungsi Hukum,
Adalah kebijakan yang mengkaji Lingkungan Hidup, dengan menggunakan metode pendekatan dan fungsi hukum dengan melihat kepada segala aspek dampak pencemaran, akibat pencemaran, hukum sebagai social control dan sanksi hukum terhadap lingkungan hidup, karena pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku kegiatan atau usaha sering melalaikan hal-hal yang dapat merugikan lingkungan hidup, yang sangat merugikankehidupan manusia.

A.Dampak Pencemaran Terhadap Lingkungan Hidup
Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, dimana proses pelaksanaan pembangunan disatu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, akan tetapi tersedianya sumber daya alam terbatas, atas dasar tersebut dimana pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat tersebut, baik generasi sekarang maupun generasi mendatang adalah pembangunan berwawasan lingkungan.Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka sejak awal perencanaan usaha atau kegiatan sudah diperkirakan perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan yang baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, yang ditimbulkan sebagai akibat diselenggarakannya usaha atau kegiatan pembangunan. Atas dasar tersebutlah bahwa perlu pengaturan lebih lanjut mengenai usaha atau kegiatan yang akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup. Maksud dari analisa mengenai dampak lingkungan kedalam proses perencanaan suatu usaha atau kegiatan tersebut, sehingga dapat diambil keputusan optimal dari berbagai alternative, karena analisis mengenai dampak lingkungan merupakan salah satu alat untuk mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan oleh suatu rencana atau kegiatan terhadap lingkungan hidup, guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negative dan mengembangkan dampak positif. Mengenai dampak lingkungan hidup dapat disebabkan oleh rencana kegiatan disegala sector seperti : 1. Bidang Pertambangan dan Energi yaitu pertambangan umum, tranmisi, PLTD/PLTG/PLTU/PLTGU, ekspoitasi, kilangan/pengolahan dan tarnmisi minyak/gas bumi, 2. Bidang Kesehatan yautu : rumah sakit kelas A/setara kelasA atau kelas I dan industri farmasi, 3. Bidang Pekerjaan Umum yaitu :pembangunan Waduk, Irigasi dan kanalilasi, jalan raya/tol, pengolahan sampah, peremajaan kota dan gedung bertingkat/apartemen, 4.Bidang Pertanian yaitu : Usaha tambak udang, sawah, perkebunan dan pertanian, 5. Bidang Parpostel seperti hotel, padang golf, taman rekreasi dan kawasan parawisata, 6. Bidang Tranmigarasi dan Pemukiman Perambahan Hutan, 7. Bidang perindustrian seperti : Industri semen, kertas pupuk kimia/petrokimia, peleburan baja, timah hitam, galangan kapal, pesawat terbang dan industri kayu lapis. 8.Bidang Perhubungan seperti: Pembangunan Jaringan kereta api, Sub Way, pembangunan pelabuhan dan badar udara, 9. Bidang perdagangan, 10. Bidang pertahanan dan keamanan seperti : Pembangunan genung amunisi, pangkalan angkatan laut, pangkalan angkatan udara dan pusat latihan tempur, 11.Bidang pengembangan tenaga nuklir seperti : Pembangunan dan pengopearian reactor nuklir dan nuklir non reactor, 12. Bidang kehutanan yaitu : Pembangunan taman safari, kebun binatang, hak pengusaha hutan, hak pengusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan Pengusaha parawisata alam, 13. Bidang pengendalian bahan berbahaya dan beracun (B-3) dan 14 Bidang kegiatan terpadu/multisektor (wajib AMDAL).

B.Akibat Pencemaran Terhadap Lingkungan Hidup
Mengenai akibat pencemaran terhadap lingkungan hidup harus melihat kepada ukuran dampak penting terhadap lingkungan yang perlu disertai dengan dasar pertimbangan yaitu sebagai berikut : terhadap penilaian pentingnya dampak lingkungan berkaitan secara relative dengan besar kecilnya rencana usaha atau kegiatan yang berhasil guna dan daya guna, apabila rencana usaha atau kegiatan tersebut dilaksanakan dengan didasarkan pada dampak usaha atau kegiatan tersebut terhadap salah satu aspek lingkungan atau dapat juga terhadap kesatuan dan atau kaitannya dengan aspek-aspek lingkungan lainnya dalam batas wilayah yang telah ditentukan. Perlu diketahui bahwa dampak terhadap lingkungan atas dasar kemungkinan timbulnya dampak positif atau dampak negative tidak boleh dipandang sebagai factor yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan harus diperhitungkan bobotnya guna dipertimbangkan hubungan timbul baliknya untuk mengambil keputusan. Sedangkan yang menjadi ukuran dampak penting terhadap lingkungan hidup adalah : a. jumlah manusia yang akan terkena dampak tersebut adalah pengertian manusia yang akan terkena dampak mencakup aspek yang sangat luas terhadap usaha atau kegiatan, yang penentuannya didasarkan pada perubahan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan jumlah manusia yang terkena dampaknya tersebut, dimana manusia yang secara langsung terkena dampak lingkungan akan tetapi tidak menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan yang telah dilaksanakan, b.terhadap luas wilayah persebaran dampak adalah merupakan salah satu factor yang dapat menentukan pentingnya dampak terhadap lingkungan, dimana rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak atau tidak berbaliknya dampak atau segi kumulatif dampak, c.lamanya dampak berlangsung dapat berlangsung pada suatu tahap tertentu atau pada berbagai tahap dari kelangsungan uasah atau kegiatan, dengan kata lain akan berlangsung secara singkat yakni hanya pada tahap tertentu siklus usaha atau kegiatan akan tetapi dapat pula berlangsung relative lama yang akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan lingkungan hidup didalam masyarakat/manusia dilingannya yang telah merusak tatanan dan susunan lingkungan hidup disekitarnya, d.intensitas dampak mengandung pengertian perubahan lingkungan yang timbul bersifat hebat atau drastic serta berlangsung diareal yang luas dalam kurun waktu yang relative singkat, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan yang mendasar pada komponen lingkungan hidup yang berdasarkan pertimbangan ilmiah serta dapat mengakibatkan spesies-spesies yang langka atau endemik terancam punah atau habitat alamnya mengalami kerusakan, e.komponen lingkungan lain yang terkena dampak, akibat rencana usaha atau kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan lainnya yang jumlah komponennya lebih atau sama dengan komponen lingkungan yang terkena dampak primer, f.sifat kumulatif dampak adalah pengertian bersifat bertambah, menumpuknya atau bertimbun, akibat kegiatan atau usaha yang pada awalnya dampak tersebut tidak tampak atau tidak dianggap penting, akan tetapi karena aktivitas tersebut bekerja secara berulang kaliatau terus menerus maka lama kelamaan dampaknya bersifat kumulatif yang mengakibatkan pada kurun waktu tertentu tidak dapat diasimilasikan oleh lingkungan alam atau social dan menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergetik) akaibat pencemaran dan g. berbalik dan tidak berbaliknya dampak ada yang bersifat dapat dipulihkan dan terdapat pula yang tidak dapat dipulihkan walaupun dengan upaya manusia untuk memulihkannya kembali, karena perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan yang telah tercemar dengan kadar pencemaran yang sangat tinggi, tidak akan dapat dipulihkan kembali seperti semula.

C.Hukum Sebagai Sosial Kontrol Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup.
Merupakan sebagai social control terhadap akibat pencemaran lingkungan hidup, haruslah ada ketentuan peraturan dan perundang-undanag yang mengatur serta membatasi/ mencegah agar tidak terjadi pencemaran lingkungan hidup disegala aspek kehidupan manusia baik secara sadar atau tidak sadar pencemaran tersebut terjadi. Dengan berlakunya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sebagai koridor dan paying hukum sekaligus sebagai social control terhadap dampak lingkungan hidup yang terjadi akibat suatu usaha atau kegiatan dari berbagai sektor yang menimbulkan pencemaran berupa limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) telah dibatasi undang-undang yang mengatur tentang libah tersebut adalah sebagai berikut : PP No. 19 Th 1995, PP 12 Th 1994 tentang perubahan PP No. 19 Th 1994 dan undang-undang yang mengatur terhadap Penceman Air adalah : PP RI No. 20 Th 1990, KEPMEN LH. No. 52/MENLH/101/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair, KEPMEN LH. No. 58/MENLH/12/1995, KEPMEN LH. No. 42/MENLH/101/1996 KEPMEN LH. No. 43/MENLH/101/1996, serta Pencemaran Udara : KEPMEN LH. No. 35/MENLH/101/1993, KEPMEN LH. No. Kep-13/MENLH/3/1995, KEPMEN LH. No. 50/MENLH/11/1996. Dengan berlakunya undang-undang lingkungan hidup tersebut diatas adalah merupakan sebagai paying hokum terhadap lingkungan hidup, yang sesuai dengan hukum adapt (berlaku secara nasional), hukum agrari dan hukum sosiologi yang hidup dan tumbuh didalam masyarakat. Dimana peraturan lingkungan hidup diberlakukan berdasarkan kebijakan dasar dan kebijakan pemberlakuan yang berlaku secara internal maupun eskternal, untuk melindungi kehidupan masyarakat Indonesia serta alam lingkungan Negara Indonesia agar tidak tercemar, akibat segala kegiatan/usaha dari pelaku usaha disegala sektor tersebut.

D.Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Lingkungan Hidup.
Mengenai sanksi hukum terhadap pelaku pelanggaran lingkungan hidup, dari apa yang telah diatur oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 mengatur mengenai sangsi berupa sanksi Administrasi diatur oleh Pasal 25 sampai dengan Pasal 27 dan sanksi Pidana diatur oleh Pasal 41 sampai dengan Pasal 48. Penggunaan sangsi administrasi adalah merupakan sebagai hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku pelanggaran terhadap lingkungan hudup, yang berupa pencabutan perizinan usaha/kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan berakibat usaha/kegiatan tersebut berhenti secara total, dengan berkewajiban memulihkan kembali lingkungan hidup yang telah tercemar tersebut. Dapat dikenakan pula sanksi pidana adalah merupakan sebagai hukuman yang dilakukan dengan sengaja, kealpaannya atau informasi palsu melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau pengrusakan terhadap lingkungan hidup dapat di pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun atau sampai seberat-beratnya15 tahun atau denda sekurang-kurangnya Rp.100.000.000,- atau sampai sebesar Rp. 500.000.000,- sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha lingkungan hidup. Telah diuraikan diatas bahwa terhadap masalah dampak pencemaran, akibat, landasan hukum serta social kontrol pencemaran terhadap lingkungan hidup adalah merupakan suatu lingkaran yang tidak terputus didalam kehidupan manusia. Jika masalah-masalah tersebut diabaiakan maka akan mengakibatkan bencana yang tidak dapat dihindari atau dicegah oleh manusia, walaupun dengan tekhnologi yang modern sekalipun, mengingat pemulihan terhadap lingkungan hidup yang telah rusak akibat pencemaran memerlukan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk melakukan tindakan pemulihkan lingkungan hidup tersebut. Walaupun sudah terdapat Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang lingkungan hidup yang merupakan sebagai payung hokum yang membatasi segala tindak tanduk pelaku usaha atau kegiatan dengan diatur pula mengenai sanksi administrative dan sanksi pidananya, akan tetapi tetap harus diperhatikan pula dengan tidankan koordinasi dengan dasar surat keputusan bersama antara menteri lingkungan hidup, Menteri dalam negeri, menteri luar negeri dan Kapolri untuk melakukan pemantauan terhadap lingkungan hidup Dan berdasarkan suatu kebijakan secara internal merupakan sebagai kewenangan Menteri Lingkungan Hidup dengan UU No. 23 Tahun 1997, akan tetapi secara eksternal harus ikut sertanya instansi-instansi yang terkait, seperti disebutkan diatas agar terciptanya lingkungan hidup yang terhindar dari pencemaran disegala sector seperti penebangan hutan baik legal maupun ilegal, pencemaran limbah kimia dari rumah sakit/pabrik kimia, pemboran gas alam dan lain-lain. Masalah ini harus dilakukan pemantauan oleh instansi terkait, yang masing-masing mempunyai tanggung jawab terhadap pencegahan pencemaran lingkungan hidup, maka akan dapat dimungkinkan akan terhindarnya dari berbagai macam bencana seperti bencana banjir, longsong, polusi terhadap bahan kimia maupun polusi udara akibat industri-industri maupun kendaran mermotor.

Sebagai upaya untuk menganalisa permasalah baik secara internal maupun secara eskternal terhadap permasalahan : bagaimanakah Pendekatan Intrumental yang berupa undang-undang dan Pendekatan Alam akibat dampak pencemaran Lingkungan Hidup dan bagaimanakah caranya untuk memperkecil akibat dampak pencemaran Lingkungan Hidup tersebut, agar terhindar dari berbagai macam bencana.

A. Menganalisa Faktor Internal
Menganalisa permasalahan secara factor intermal adalah dengan melihat kepada instrumental kepada undang-undang lingkungan hidup sebagai payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar, Didasari kepada asas, tujuan dan sasaran, dimana pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dimana bagi setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pendekatan instrumental bertujuan untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, dimana pada setiap kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, karena mungkin saja pada setiap kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup tersebut. Atas masalah tersebut diatas perlunya suatu persyaratan pada setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan kegiatan dengan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. Dan atas dasar tersebut perlunya melakukan pengawasan dilaksanakan pengawasan terhadap setiap usaha atau kegiatan dengan menunjuk pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap lingkungan hidup dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah dan Kepala Daerah, yang dibentuk khusus oleh Pemerintah. Dengan demikian secara factor internal yang bersandar kepada pendekatan instrumental adalah perangkat-perangkat hokum yang berupa undang-undang/peraturan Pemerintah yang mengatur tentang lingkungan hidup, menjadi barometer dan koridor hukum agar tidak terjadinya pencemaran yang berkesinambungan terhadap lingkungan hidup. Begitu pula dengan pendekatan alam yang jika kita melihat secara factor internal maka harus melihat kepada sistim hukum dan susunan masyarakat hukum adat yang hidup didalam lingkungan hidup, jangan sampai mengganggu kehidupan masayarakat hukum adat tersebut, jangan sampai kehidupannya terganggu oleh pencemaran yang dilakukan oleh pelaku usaha atau kegiatan yang seperti penulis jelaskan diatas.
Dan secara factor internal tidaka terlepasa dari Hukum Kehutanan yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan dan hasil hutan yang berlaku khusus terhadap biadang kehutanan dan pertanahan, dimana menurut UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (LN.8/1967, TLN. 2832), Hutan adalah suatu lapangan bertumbuh pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya yang oleh Pemerintah ditetapkan sebagai hutan, industri, kayu baker, bambu, rotan, rumpu-rumputan dan hasil hewan seperti satwa buru, satwa elok. Dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang lingkungan hidup yang berlaku secara internal terhadap pencemaran lingkungan hidup, dengan didukung oleh Peraturan Daerah setempat sesuai dengan kegiatan/usaha didalam melakukan kegiatan ekplorasi tertentu pada suatu daerah tertentu yang sudah diatur oleh Peraturan Daerah masing-masing (diatur oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 adalah merupakan payung hukum secara internal terhadap kebijakan-kebijakan pemberlakuan Peraturan daerah tentang lingkungan hidup).

B.Menganilsa Faktor Eksternal
Menganalisa permasalahan secara faktor eskternal adalah dengan melihat kepada instrumental kepada undang-undang lingkungan hidup sebagai payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar, yang secara faktor eksternal dipengaruhi ketentuan undang-undang internasional yang mengatur dan membatasi/mencegah terhadap pencemaran lingkungan hidup didunia (Organisasai Green Peace). Dimana pendekatan instrumental dan pendekatan alam yang adalah merupakan factor permasalahan yang secara eskternal dapat mengakibatkan tercemaranya lingkungan hidup alam semesta, apabila pada setiap Negara didunia tidak melakukan atau membatasi pencemaran lingungan hidup, maka akan berakibat pencemaran yang membawa bencana, seperti pemanasan global akibat perkembangan industri dunia yang sangat berkembang pesat.

Kesimpulan
Pada pendekatan intrumental adalah merupakan disiplin Ilmu teoritis yang umumnya mempelajari ketentraman dari berfungsinya hukum, dengan tujuan disiplin ilmu adalah untuk mendapatkan prinsip-prinsip hukum dan ketertiban yang didasari secara rasional dan didasarkan pada dogmatis yang mempunyai dasar yang akurat dan tidak terlepas dari pendekatan Hukum Alam. Dimana sumber daya alam berdasarkan fungsi untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUDasar 1945, serta untuk mencapai kebahagian hidup berdasarkan Pancasila perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dengan berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh untuk dapat memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan (seperti yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup /LN Tahun 1982 No. 12, Tambahan Lembaran Negara No. 3215).

Jelasnya bahwa pengertian lingkungan hidup itu sendiri adalah merupakan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahkluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain, dengan disertai pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Dengan berkaitan terhadap ruang Lingkup Lingkungan Hidup yang terdiri dari Pendekatan Intrumental dan Pendekatan Alam
Kajian Hukum Lingkungan Hidup (AMDAL) yaitu : Indentifikasi Dampak Potensial, Evaluasi Dampak Potensial, Pemusatan dampak penting (focusing), dimana terdapatnya pula Dampak Pencemaran Terhadap Lingkungan Hidup, Akibat Pencemaran Terhadap Lingkungan Hidup, Hukum Sebagai Sosial Kontrol Terhadap Pencemaran Lingkunga Hidup, Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Lingkungan Hidup dan Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Lingkungan Hidup.
Analisa permasalahan secara faktor intermal adalah dengan melihat kepada instrumental kepada undang-undang lingkungan hidup sebagai payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar, Didasari kepada asas, tujuan dan sasaran, dimana pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dimana berdasarkan pendekatan instrumental bertujuan untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, dimana pada setiap kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, karena mungkin saja pada setiap kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup tersebut. Atas masalah tersebut diatas perlunya suatu persyaratan pada setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk memperoleh izin melakukan usaha dan kegiatan dengan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.
Adanya pendekatan alam yang jika kita melihat secara factor internal maka harus melihat kepada sistim hukum dan susunan masyarakat hukum adat yang hidup didalam lingkungan hidup, jangan sampai mengganggu kehidupan masayarakat hukum adat tersebut yang berada didalamnya. (UU No. 5 Tahun 1967/ LN.8/1967, TLN. 2832, Cq UU No. 23 Tahun 1997 ). Begitupula terhadap Analisa permasalahan secara factor eskternal adalah dengan melihat kepada instrumental kepada undang-undang lingkungan hidup sebagai payung hukum dan pendekatan alam sebagai landasan dasar, yang secara factor eksternal dipengaruhi ketentuan undang-undang yang berlaku secara internasional tentang lingkungan hidup itu sendiri. Yang secara otomatis perlu keseragaman undang-undang atau resolusi antara Negara internasional yang melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup, akibat pengaruh globalisasi industri dunia.



DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 1993.
Peraturan Pelaksanaan No. 51 Tahun 1993.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 42 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan.
KEPMEN LH No. 54 Tahun 1995 tentang Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu/Multisektor dan Regional.
KEPKA BAPEDAL No. 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
KEPMEN LH No. 55 Tahun 1995 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Regional.
KEPMEN LH No. 57 Tahun 1995 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Usaha atau Kegiatan Terpadu/Mulsektoral.

KEPMEN LH No. 39Tahun 1996 tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

PP. No. 51 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya.
PP. No. 12 Tahun 199 tentang Perubahan PP 19 Tahun 1994 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

PP. No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

KEPMEN LH No. 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.

KEPMEN LH No. 52MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
KEPMEN LH No. 58MENLH/121995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Rumah Sakit.
KEPMEN LH No. 42ENLH/10/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi.
KEPMEN LH No. Kep-35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.

KEPMEN LH No. Kep-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak..
KEPMEN LH No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
KEPMEN LH No. Kep-49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran.
KEPMEN LH No. Kep-50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.
Uraian, Sorjono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum. (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1989),

Satjipto.R. Ilmu Hukum. (Bandung, Alumni, 1982),hal.310 dan R.Othe Salman, Sosiologi Hukum Suatu Pengantar, (Bandung : Penerbit CV. ASrmico, 1992)hal.13. dan H.L.A, The Consept of Law, (London Oxford University Pres, 1961), hal 32.

Prof.DR.H.Zainuddi Ali,MA, Sosiologi Hukum. Penerbit : Yayasan Mayarakat Indonesia Baru. Palu.

Ilmu Kenyataan hukum dalam masyarakat, yaitu sosilogi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum.

Donald Black. Sociological Justice, (New York : Academic Pres, 1989)..

Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung : Remadja Karya, 1985).

Donald Black.The Behavior of Law, ( New York,Academic Press, 1976)

Roscoe Pound, Interpretation Of Legal History. (USA : Hlmes Heaxh, Florida, 1986).

Ter Haar, Bzn.B. “ Beginselen En Stelsel Van Het Adar Recht”. J.B. Woters Groningen. Jakaarta, 1950.

Putusan Mahkamah Agung. No. 59 K/Sip/ 1958> “ Menurut Hukum Adat Karo sebidang tanah “ Lesain” yaitu sebidang tanah kosong, yang letaknya dalam kampung, bias menjadi hak milik perorangan, setelah tanah itu diusahakan secara intensif oleh seseorang penduduk kampung itu “

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. “Hak Ulayat secara sadar tidak dimasukkan dalam golongan obyek pendaftaran tanah teknis tidak mungkin, karena batas-bayas tanahnya tidak mungkin dipastikan tanpa menimbulkan sengketa antara masyarakat hukum yang berbatasan”.

Dalam “Advies der Agrarische Commisale” yang tercetak, Landsdrukkerij 1930, terdapat segala sesuatu yang menurut pendapat saya merupakan kecaman sehat terhadap masalah ini. Keberatan-keberatan yang menentang advies tadi, adalah terdapat dalam verslag dari panitya untuk mempelajari Advoes Der Agrarische Commisale 1932, panitya mana dibentuk oleh perkumpulan “ Indie-Nederland”.

UU No. 4 tahun 1996. ( Undang Undang Hak Tanggungan). “Seminar Hukum Adat dan Pembangunan Hukum Nasional, Yogyakarta 1975”.

Soewardu. “ Sekitar Kodifikasi Hukum Nasional di Indonesia “Jakarta, 1950, hal..60. Ceramah Koesano tentang “ Pembangunan Hukum Adat”.

Kartohadiprodjo, Soedirman. “ Hukum Nasional” beberapa catatan, Bina tjipta, 1968,

Hartono, Sunarjati. “ Capita Selecta Perbandingan Hukum”. Alumni (Stensil) Bandung, 1970, hal. 21-23.

Poesponoto, Soebakti. “ Asa-asas dan susunan Hukum Adat”. Penerbit : Pradnya Paramita. Jakarta, 1976.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 5 tahun 1999 tentang Pedoman penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat Hukum Adat (87).

Undang-Undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi khusus Provinsi Papua (87).

UU Darurat No. 1 tahun 1952 ko UU No. 24 tahun 1954 tentang pemindahan hak tanah-tanah dan barang-barang tetap lainnya yang bertakluk pada hukum barat (LN.1952-1 jo LN.1954-78. TLN.626).

Untuk jawa dan madura, kecuali daerah swapraja : Agrarisch Besluit (S.1870-118) dan Ordonnantie.S.1872-237a jo S.1913-699). Untuk luar jawa dan madura, kecuali daerah swapraja : S.1874-94f (Sumatra) diganti dengan Erfpachts, S.1877-55 (keresidenan Menado) Ordonnantie Buitengewesten, S. 1888-58 (Zuider-en Oosterafdeking Borneo)(S.1914-367), S.1910-61 Wefpacht Ordonnantie Zelfberturende Landschappen Buitengewestenm S. 1915-474 Pemberian kewenangan kepada penguasa swapraja untuk memberikan hak-hak barat atas tanah (21).

Reglement omtrent de Partikuliere Landerijen bewesten de Cimanuk op java (S.1912-422).

Prent K. Adisubrata, j. Porwadarminta. “ Kamus Latin Indonesia” Yayasan : Kanisius. Semarang 1960. Hal.9 ( Buku . Prof. Budi Harsono).

Subekti,R. “ ASEAN LAW ASSOCIATION”. Harian Sinar Harapan tgl 25, Jakarta., 1984. di Singapura, bahwa dalam pembaharuan dan pembinaan Hukum Nasional, kita perlu belajar dari perkembangan Hukum Negara tetangga lain, namun diingatkan, dalam pembaharuan Hukum Nasional sebanyak-bantknya kita harus berpedoman kepada falsafah bangsa kita yaitu Pancasila dan UUD 1945. Ditegaskan bahwa para ahli Hukum kita tidak kalah dari para ahli Hukum dari negara-negara ASEAN yang lain. Dan sebagai bukti Prof. Subekti menunjuk kepada prodak Undang-Undang Pokok Agraria, yang dinilainya sebagai produk hukum yang hebat. Undang-Undang itu merupakan system hukum kita sendiri, yang dengan tegas membuang jauh-jauh hukum tanah Belanda yang tercerai-berai, dan sekarang ini kita mempunyai Hukum Tanah yang seragam.

Andteas H. Roth. Sebagai yang dikutip oleh Gautama, Sudargo..“Adanya kesepakatan Universal, bahwa suatu negara diperbolehkan tidak mengijinkan orang-oreang lain selain warganegaranya sendiri untuk memperoleh benda-benda tetap diwilayh kekuasaannya”. Dimana Roth merumuskan “ Rule Number 6” yaitu yang berdasarkan Hukum Internasional. Keistimewaan yang diberikan kepada orang-orang asing untuk berparttisipasi dalam kehidupan ekonomi negara dimana ia bertempat tinggal, tidak sampai meliputi pemilikan semua atau benda-benda tertentu, baik benda bergerak maupun benda tetap.

Hadilusuma, Hilman. “Sejarah Hukum Adat Indonesia”. Penerbit Alumni, Bandung tahun 1978..

Star Nauta Carsten, C- Verwer, J. ” Proe Advies Derde Juristen Conggres”. Di Jakarta disertai Verwer J 1934. De Bataviasche Gronthuur, Een Europeesch Gewoonterechtelijke Opstalfiguur.NV.Drukkerij J.de Boer, Tegal, 1934.

Ward, Barbara dan Rene, Dubos. “Satu Bumi : Perawatan dan Pemeliharaan Sebuah Planet Kecil”. Lembaga Ekologi Universitas Pajajaran dan Yayasan Obor. Jakarta :Gramedia, 1974.

Koentjaraningrat. “ Rintangan-Rintangan mental dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.” Terbitan tak berkala, seri no. 12, Lembaga Reasearch Kebudayaan Nasional, Jakarta, 1969, hal. 19.



DAMPAK PEMBANGUNAN
TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Bencana lingkungan yang terjadi di berbagai bagian belahan bumi makin beragam. Tidak hanya masalah banjir dan erosi saja yang terjadi tetapi juga timbul masalah tanah longsor, punahnya berbagai jenis tumbuhan dan binatang sampai pada masalah pencemaran pada tanah, air, dan udara. Berbagai kenyataan yang terjadi dapat dikemukakan sebagai contoh. Malapetaka lingkungan yang terjadi di Ethiopia (Afrika) tahun 1980 berupa kekeringan dan kelaparan berawal dari pertumbuhan penduduk yang tinggi, penggundulan hutan, erosi tanah yang meluas, dan kurangnya dukungan terhadap bidang pertanian (Brown, 1987). Bocornya pabrik pestisida di Bopal (India) dan bencana yang terjadi di Chernobyl (Rusia) ternyata menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian dan gangguan kesehatan seperti kebutaan, penyakit kulit serta cacat seumur hidup (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan, 1988). Kepunahan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang yang terjadi akhir-akhir ini ternyata tidak hanya melanda daerah kering tetapi juga pada daerah tropis dan lainnya. Bila gejala tersebut terus berlangsung maka dalam waktu 20-30 tahun mendatang bumi akan kehilangan jutaan jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang. Salah satu penyebabnya adalah ulah manusia (UNEP, 1992).
Manusia mempunyai kemampuan berpikir dan daya cipta yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan kehidupannya. Melalui kemampuan berfikir tersebut, manusia menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian dimanfaatkan dalam kehidupan. Hasilnya menurut Habibie seperti yang dikutip oleh Noer dan Iskandar (1988) ternyata tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan berproduksi saja tetapi juga dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Peningkatan kemampuan berproduksi dan perbaikan kesejahteraan tersebut membawa perubahan dalam kehidupan, baik kehidupan ekonomi, sosial maupun terhadap lingkungan. Keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang terus berkembang tersebut menyebabkan terjadinya perubahan terhadap lingkungan fisik. Hutan, tanah, air, sungai, rawa dan sumber alam lainnya berubah wujudnya menjadi jembatan, jalan, perumahan, kawasan industri, perabot rumah tangga, gedung, kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik dan lainnya (Sumaatmadja, 1981). Keinginan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang terus berkembang tersebut menurut Rene Dubos seperti dikutip Chiras (1985) adalah karena sifat dasar manusia adalah sama dengan sifat dasar makhluk biologis lainnya yang mau makan sebanyak mungkin untuk hidup bagi dirinya sendiri dan bagi keturunannya.
Untuk mengatasi masalah lingkungan yang makin meningkat tersebut dilakukan berbagai usaha, baik yang bersifat global maupun nasional dan regional. Pada tahun 1992 misalnya PBB mengadakan konferensi di Rio de Jenairo, yang bertujuan untuk mengatasi masalah lingkungan dan pembangunan yang dihadapi oleh negara-negara di dunia. Bahwa pembangunan yang sedang dilaksanakan tidak hanya memperhatikan kebutuhan ekonomi dan teknologi saja, tetapi aspek lingkungan dan kelangsungan hidup manusia perlu diperhatikan. Gagasan tersebut dikenal sebagai pembangunan berkelanjutan dan telah disepakati menjadi kebijakan pembangunan semua negara di dunia. Melalui pendidikan dan partisipasi masyarakat diharapkan dapat dikembangkan perubahan sikap dan norma-norma perilaku yang baru dalam bertindak terhadap lingkungan (Brundtland, 1988). Preston (1992) menyatakan bahwa sasaran kebijaksanaan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang terutama adalah pembinaan perilaku penduduk setiap negara terhadap lingkungan.
Indonesia merupakan bagian dari dunia. Karenanya, diharapkan dapat berpartisipasi dalam mengatasi masalah lingkungan. Hal tersebut dapat dilihat dengan diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Kegiatan Pembangunan. Selanjutnya, Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera memuat materi tentang penduduk dengan daya sokong dan daya tampung lingkungan. Kedua Undang-Undang tersebut masih baru sehingga informasinya pada masyarakat perlu disebarluaskan. Usaha tersebut dilakukan mengingat keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan pada dasarnya adalah menyangkut upaya penduduk dalam mengembangkan kemampuan lingkungan untuk menunjang kehidupan generasi sekarang dan yang akan datang (Dahlan, 1992).
Bertolak dari uraian di atas maka perilaku yang cenderung menyebabkan merosotnya kualitas lingkungan mungkin berhubungan dengan tingkat pengetahuan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka timbul dugaan sementara bahwa pengetahuan tentang lingkungan hidup seseorang ada hubungannya dengan perilaku lingkungannya. Begitupun juga keinovatifan yang dimiliki seseorang berhubungan pula dengan derajat perilaku perilaku lingkungannya. Seberapa kekuatan hubungan antara tingkat keinovatifan dan pengetahuan tentang lingkungan hidup seseorang dengan derajat perilaku berwawasan lingkungannya dapat diketahui melalui kegiatan penelitian. Timbulnya bencana lingkungan seperti yang telah dikemukakan terdahulu antara lain disebabkan perilaku penduduk yang tidak bertanggung jawab terhadap keseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Akibatnya lingkungan menjadi rusak sehingga dapat menghambat pembangunan dan mengganggu kelangsungan kehidupan. Dengan demikian diupayakan agar lingkungan tetap dapat mendukung kehidupan yang berlanjut melalui pengembangan perilaku baru yakni perilaku masyarakat yang berwawasan lingkungan.
Kegiatan pemeliharaan lingkungan dapat dimulai dari lingkungan terkecil yakni lingkungan tempat tinggal keluarga. Moran (1980) menyatakan bahwa penduduk dalam lingkungan terkecil perlu memahami dan menganalisis kondisi lingkungannya. Perilaku berwawasan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tingkat pendidikan, status sosial, keinovatifan, pengetahuan tentang lingkungan, sikap terhadap kebersihan lingkungan dan sebagainya.


B. TUJUAN

Salah satu tujuan menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah supaya pembangunan, utamanya di Indonesia dapat seiring sejalan dengan lingkungan. Artinya di samping mengadakan pembangunan kita tidak lupa dengan keberadaan lingkungan yang harus diperhitungkan agar kedepannya tidak menjadi dampak bagi kehidupan yang akan dating.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas permasalahan :
1. Apa pengertian dari lingkungan hidup ?
2. Jelaskan kriteria hukum-hukum yang berlaku dalam suatu lingkungan ?
3. Bagaimana pemanfaatan lingkungan hidup dalam masyarakat ?
4. Apa keterbatasan ekologis dalam pembangunan ?
5. Bagaimana cara menyelesaikan interaksi dan rentetan permasalahan
rumit ?
6. Apakah pembangunan harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ?

Jumat, 22 Mei 2009

LARUKU

Intro: [F# E B] x3

F# E B
Ware ni tsuzuke saa ikou karadajuu no kara wo yaburi
F# E B
Sarakedasu Ai wo tsunagou dakishimeai tashikameai
F# E B
Yurameku rakuen made shissoku shinai Maccha kurenai
F# E B
Tsukami totte yarusa tabun stairs to the seventh
D A
Running up to heaven, Yeah!

A D A D
Kirameita ruri-iro ga mune ni sasari omoishirasareru [We can't let it end]
A D A
Egaite ita miraizu ni kimi ga ukabu
D
Eien ga musubareru My baby, don't think it's hard.

E E D C# D

E E D C# D
Kimi ni saishuuteki na question.
E E D C# D
Doko ni sonzai suruka heaven?
Hinto wa nai The answer in a minute thirty one.

[F# E B] x2

F# E B
Kono shunkan ni mo shinkou mawari mawari iro wa kawari
F# E B
yuuwaku ni obore shizumi doudou meguri chiri mo tsumori
F# E B
Daremo kare mo saa kina itsumo iruyo kangei shiyou
F# E B
sono te de omouzonbun Stairs to the seventh.
D A
Running up to heaven, Yeah!

A D A D
Kirameita ruri-iro ga mune ni sasari omoishirasareru [We can't let it end]
A D A
Egaite ita miraizu ni kimi ga ukabu
D
Eien ga musubareru My baby, don't think it's hard.

E E D C# D

E E D C# D
Kimi ni saishuuteki na question.
E E D C# D
Doko ni sonzai suruka heaven?

Mayoi wa nai The answer's waiting under your feet.
[Under your feet. Under your feet. Under your feet.]

F# E B E*
Afuredasu nomitsukusu kairaku to taihi suru shoujou
E B D
Tenkanshi, kono daichi he to kizuki yukou

F# E B
Ware ni tsuzuke saa ikou karadajuu no kara wo yaburi
F# E B
Sarakedasu Ai wo tsunagou dakishimeai tashikameai
F# E B
Yurameku rakuen made shissoku shinai Maccha kurenai
F# E B
Tsukami totte yarusa tabun stairs to the seventh

Running up to heaven, Yeah!

F# E B at� acabar! ^^

ps: Play all notes in power chords!

*E (779997)

By Murangu Brazil

Larc En Ciel - Seventh Heaven Chords :: indexed at Ultimate Guitar.

Kamis, 14 Mei 2009

Kamera

Fotografi secara history......Feb 6, '09 9:52 AM
for everyone

Sisi historis dan bagaimana

Istilah fotografi sudah dimulai semenjak abad 19, lebih tepatnya pada tahun 1839 ketika Sir John Herschel memperkenalkan fotografi yang diambil dari dua kata yaitu : Photos dan Graphein. Suku pertama mengandung arti cahaya dan yang kedua berarti menulis atau menggambar. Kombinasi dua makna ini memberikan pengertian bahwa fotografi adalah teknik yang digunakan manusia untuk menggambarkan suatu momen yang difasilitasi oleh cahaya. Berbicara fotografi tidak bisa lepas dari instrumen terkait, yaitu kamera. Kamera sendiri sudah ditemukan cukup lawas. Istilah kamera sendiri berasal dari bahasa latin camera obscura, dimana translasi lepasnya artinya adalah ruangan gelap. Seperti kawan ketahui jika mengingat acara TV dokumenter zaman dahulu, adalah sebuah cerita pengambilan foto menggunakan kamera yang dilengkapi dengan tripod jadul dan kamera 35mm. Kemudian hasil jepretan dari kamera ini dilanjutkan dengan proses cuci cetak film yang dilakukan di ruang gelap dan tertutup. Mengapa demikian?Berhubung film yang digunakan mengandung bahan kimia yang sangat sensitif terhadap cahaya, oleh sebab itu pencetakan hasil kamera selayaknya dilakukan di ruang gelap.

Berbicara tentang aplikasi ilmu optik yg mudah dicerna, marilah kita melihat kepada salah satu contoh di bawah ini.



1. Cermin atau Pentaprisma

2. Layar tembus pandang

3. Arah Cahaya (objek)

4. Serangkaian Lensa

5. Bodi kamera

6. Diafragma

7. Film (sensor)

8. Viewfinder

Prinsip kerja kamera cukuplah sederhana, yaitu memainkan peranan cahaya dan optik. Pada bagan di atas digambarkan beberapa bagian penting dari Kamera digital refleksi lensa tunggal. Disinilah peranan ilmu alam beperan penting untuk memainkan interaksi cahaya dengan serangkaian lensa yang bekerja secara sistematik. Fenomena pengambilan gambar bisa terjadi dengan memainkan peranan tombol penahan shutter yang terletak di bagian atas body kamera. Ketika tombol ini ditekan setengah bagian, maka kamera akan menerima informasi objek yang berada di depan kamera, kemudian dilanjutkan menggunakan cermin reflektan atau pentaprisma untuk diteruskan ke bagian viewfinder. bagian ini memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk membalikkan gambar hasil proyeksi lensa agar sesuai dengan objek nyata yang berada di depan kamera. Mengapa hal ini terjadi? hal ini bisa dijelaskan berdasarkan prinsip kerja lensa, khususnya lensa yang memiliki dua sisi cembung yang konvergen. Lensa ini akan menghasilkan gambar terbalik dibandingkan terhadap orientasi objek nyata. Karakteristik lensa cukup eksotik dimana cahaya dapat dibelokkan pada bagian tengah lensa dan pada akhirnya keluar dari badan lensa dengan hasil orientasi objek terbalik sebesar 1800 (seperti terlihat pada gambar di bawah).


Kemudian ketika hasil gambar yang diperoleh dari rangkaian skema optik diatas, serta mata sang fotografer merasa cocok dengan objek yang hendak diambil, lalu bagian diafragma ditekan lebih lanjut untuk eksekusi pengambilan objek. Konsekuensi yang diperoleh secara geometris dengan langkah ini adalah bagian cermin memutar 900 dan informasi yg diperoleh oleh lensa akan diteruskan kepada bagian sensor film. Hal ini bisa terjadi dengan meneruskan arah cahaya yang sejajar dan memuat informasi objek. Woalla jadi deh gambarnya

Sabtu, 02 Mei 2009

J-Rocks - PDKT

J-Rocks - PDKT