Kamis, 23 Juli 2009

punya bawel

24 Jam Menari untuk Hari Tari Internasional

Jum'at, 20 April 2007 | 20:10 WIB

TEMPO Interaktif, Solo:Institut Seni Indonesia (ISI) Solo akan menggelar pementasan tari 24 jam non stop untuk memperingati Hari Tari Internasional Internasional, 29 April mendatang. Ratusan seniman, baik seniman tradisi dari berbagai daerah maupun seniman akademi sekolah seni bakal terlibat dalam pagelaran yang bertemakan 24 Jam Menari tersebut. Acara ini akan berlangsung Minggu (29/4) pukul 06.00 WIB hingga Senin (30/4) pukul 06.30 di kampus ISI Solo.

Ketua Pelaksana Dwi Wahyudiarto mengatakan gagasan menari 24 jam non stop berasal dari Jurusan Tari ISI Surakarta untuk membuktikan dunia tari tetap eksis di jaman yang sudah berubah ini. Dia mengatakan dalam pagelaran tersebut akan dipentaskan 11 karya tari dari mahasiswa dan dosen Jurusan Tari ISI Solo, tiga karya mahasiswa pasca sarjana ISI Solo serta 29 29 karya dari berbagai komunitas seniman di seluruh Indonesia,

Sajian tarinya pun akan beragam mulai dari tari Jawa, Bali, Minang, Sunda dan sebagainya. Guru besar ISI Solo, Prof Dr Pande Made Sukerta juga akan turut tampil. Menurut Dwi Wahyudiarto, seniman dari Aceh dan Irian juga sudah menyatakan untuk bergabung. "Komunitas tari dari orang asing seperti Amerika Serikat, Korea, Jepang, Thailand, Inggris dan Irlandia juga akan ambil bagian," kata dosen jurusan Tari ISI Solo ini.

Hari Tari Internasional pertama kali diperingati pada tahun 1982 oleh International Dance Community (IDC) sebuah lembaga di bawah International Teater Institut yang merupakan bagian dari Badan PBB Unesco. Tanggal 29 April dipilih sebagai penghargaan terhadap seniman balet asal Perancis Jean George Noverre, yang dilahirkan 29 April 1727 atas jasanya melakukan pembaharuan di dunia tari.

Dalam konteks ke Indonesiaan, semangat pembaharuan itu juga membuat perubahan terhadapan perkembangan tari klasik, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh seperti Tanda Kusuma (Pura mangkunegaran) Kusuma Kesawa (Keraton Surakarta), dan Gendhon Humardani (Pendiri ISI:ASKI Surakarta). "Dari mereka lah perkembangan sekaran atau vokabuler gerak semakin bervariasi," kata dosen ISI Wahyu Santosa Prabowo.






Kelompok Tari Internasional Gelar Karya Dikampus Unesa

suarasurabaya.net| Festival Musim Semi Prancis 2009 kembali mengundang ACCRORAP, kelompok tari asal Prancis yang aktif berkarya, untuk tampil di Surabaya, Sabtu (30/05) dan mempersembahkan karya terbaru, Petites Histoires.com yang pernah meraih penghargaan Prix Mimos 2008 pada festival internasional mime Mimos, tahun lalu.

Kelompok tari asal La Rochelle, Prancis ini meniti karir internasional setapak demi setapak. Kini mereka telah beberapa kali pentas di panggung negara-negara di dunia dan aktif menelurkan karya-karya tari apik, yang membuahkan penghargaan.

Accrorap adalah simbol dari sebuah kemunculan istimewa, yang tercermin dari gerakan kompak serta bakat yang mengagumkan. Di antara para pendiri kelompok Accrorap, seperti ERIC MEZINO dan MOURAD MERZOUKI serta KADER ATTOU, adalah ahli dari sebuah proses pemolesan yang butuh kesabaran.

Berawal dari lokal kemudian meloncat kekancah internasional, aktivitas kelompok ini lalu menyebar, dari tepi menuju ke pusat, dari Prancis berkeliling kesejumlah negara di luar negeri. Dari budaya hip hop ke bentuk artistik yang lainnya.

Dalam rangka lawatannya ke Asia Tenggara, Accrorap pada 15 Mei - 15 Juni 2009, mereka akan tampil di Indonesia, Vietnam, Hong Kong, Philipina, Thailand. Di Surabaya, Accrorap, dijadwalkan akan mementaskan karya tari Petites histoires.com bekerjasama dengan Universitas Negeri Surabaya (UNESA), pada Sabtu, 30 Mei 2009 mendatang, di gedung Sawunggaling, Unesa - Kampus Lidah Wetan, Surabaya.

"Dan untuk menyaksikan pentas kelompok tari berkelas internasional ini, tidak dipungut biaya. Dan langsung datang saja ke kampus Unesa Lidah Wetan. Untuk kawan-kawan media, kelompok Accrorap akan menggelar jumpa pers pada Jumat (29/05) sekitar pukul 2 siang," kata PRAMENDA KHRISNA atase press Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) Surabaya pada suarasurabaya.net, Jumat (22/05).(tok)






Nungki, Bergerilya untuk Seni Tari

Minggu, 19 Juli 2009 | 03:27 WIB

Ilham Khoiri

Nungki Kusumastuti (50), perempuan ayu ini, menjadi salah satu bagian menarik dari perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Setelah tampil sebagai penari pada banyak pentas internasional, jadi dosen, dan peneliti di perguruan tinggi, kini dia menekuni peran lain: sebagai gerilyawan pendorong seni pertunjukan.

”Saya senang bekerja menggerakkan gairah seni pertunjukan di kalangan anak muda,” katanya, Kamis (16/7) pagi itu.

Kami berbincang sambil minum kopi dengan Nungki, begitu sapaan akrab perempuan bernama lengkap Siti Nurchaerani Kusumastuti itu di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Dalam usia melewati kepala lima, dia masih tampak bugar dan sumringah. Saat ngobrol, dia kadang memainkan rambut hitam-panjang-ikalnya.

Kembali ke soal gerilya. Apa yang dilakoni Nungki tentu tak ada hubungannya dengan pertempuran berdarah-darah di hutan belantara, katakanlah seperti dijalani Che Guevara di Kuba dan Bolivia. Namun, sebagaimana gerilya, perempuan ini juga punya daya juang untuk menyelenggarakan festival seni pertunjukan dan mendorong tampilnya kaum muda. Meski berhabitat di tengah ingar-bingar kehidupan urban, toh perjuangan juga penuh tantangan.

Apa yang telah dicapai Nungki?

Bersama Sal Murgiyanto, Ina Suryadewi, dan Maria Darmaningsih, Nungki menggagas dan menyelenggarakan Indonesian Dance Festival (IDF), festival tari internasional di Indonesia sejak tahun 1992 dan bertahan sampai sekarang. Selama 16 tahun itu puluhan kelompok atau penari solo tampil. Bagi dunia seni pertunjukan dengan peminat dan donatur terbatas, prestasi itu membanggakan.

Sejak tahun 2004-2008, Nungki dipercaya menjadi Direktur IDF. Lewat festival dua tahunan itu, beberapa penari muda Indonesia merintis atau mematangkan kreativitasnya. Sejumlah penari asing manggung dan ditonton di Tanah Air. Tak berlebihan jika kemudian Museum Rekor Indonesia (Muri) merasa perlu memberi penghargaan bagi IDF sebagai festival tari internasional yang bisa bertahan lama.

Perempuan ini juga aktif mendorong seni pertunjukan di kalangan siswa sekolah, bersama beberapa seniman, seperti Ratna Riantiarno. Dia ikut menggagas dan menjadi ketua bidang program Forum Apresiasi Seni Pertunjukan ke Sekolah sejak 1998 sampai sekarang. Forum ini sudah menggelar pentas seni di 400 sekolah lebih.

Dia juga dipercaya menjadi pemimpin produksi, humas, dan pendanaan pertunjukan kelompok tari Padneswara pimpinan Retno Maruti sejak tahun 1997 sampai 2004. Kelompok ini termasuk salah satu grup tari yang cukup ajek berkarya dan mementaskan karya tari, terutama tari Jawa klasik.

Membahagiakan

”Bahagia rasanya bisa menjadi bagian dari seni pertunjukan, bisa bermanfaat buat adik-adik saya,” kata Nungki mengomentari kiprahnya di balik panggung.

Hanya saja, kebahagiaan itu ternyata penuh pergulatan yang kerap menyulitkan. Saat menyelenggarakan IDF pertama, misalnya, Nungki dan panitia harus merogoh kocek sendiri untuk urunan modal awal. Mereka juga harus memperkenalkan diri, bahkan seperti mengemis pada para donatur lokal dan funding asing.

”Ketika IDF sudah berjalan beberapa tahun dan mulai dikenal, kami masih berjibaku cari uang. Saat kepepet, saya sering menangis. Tapi, kemudian bangkit lagi,” ujarnya bersemangat.

Ketika menyodorkan program apresiasi seni, dia juga kerap mendapat batu sandungan. ”Banyak sekolah yang menolak kami karena menganggap seni tak penting. Biasanya mereka luluh setelah melihat fakta, siswa yang aktif berkesenian justru punya daya imajinasi bagus.”

Selain semangat dan komitmen, Nungki bisa melakoni semua kegiatan itu lantaran memang punya penampilan menarik, pembawaan luwes, dan gaya komunikasi lembut. Popularitasnya sebagai pemain film dan sinetron juga cukup membantu. Namun, yang lebih menentukan, pendekatan pribadi yang lebih manusiawi.

”Saya pernah telepon sampai 20 kali lebih ke perusahaan, tetapi tak dapat tanggapan. Setelah datang dan menemui pimpinannya langsung, ternyata mereka merespons sangat baik,” katanya.

Kenapa ngotot memperjuangkan seni pertunjukan, Mbak?

”Tak sekadar klangenan untuk menghidupkan tradisi, seni pertunjukan juga menanamkan identitas bagi sebuah bangsa. Seni mengajak kita untuk merenungkan kenyataan sekaligus menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan yang tergerus zaman.




Festival Seni Tari Kasih Semesta International Ke-4 Jakarta Indonesia
Festival Seni Tari Kasih Semesta International Ke-4 Jakarta Indonesia

Manusia adalah bagian dari alam. Sebagai individu yang unik, setiap makhluk secara alami berpartisipasi demi kelangsungan hidupnya, juga saling bergantung satu dengan lainnya. Alam bukan hanya wadah tumbuh dan berkembangnya aneka bentuk kehidupan, namun juga merupakan arena untuk memeragakan keindahan eksistensi serta interaksi mereka.

Menyadari pentingnya kesadaran akan eksistensi dan kontribusi alam bagi kelangsungan umat manusia, maka jauh sebelum terdaftar secara resmi sebagai anggota INLA, perjuangan untuk memperkenalkan budaya kasih semesta telah kami rintis melalui berbagai aktivitas sosial dan pelayanan masyarakat.

Setiap manusia pasti mendambakan terwujudnya masyarakat yang berbudaya, saat dunia menjadi rumah yang nyaman bagi jiwa-jiwa yang bersahabat alam.

INLA Indonesia didirikan pada awal tahun 2006. Keanggotaan INLA Indonesia mencakup orang-orang yang berasal dari beragam latar belakang, budaya, dan daerah. Mereka bersatu untuk berjuang nyata mewujudkan masa depan dunia yang lebih baik.

Mereka juga datang untuk saling membagi pengalaman dalam kehidupan sebagai manusia yang secara rohaniah terpanggil oleh Sang Mahakuasa. Maka, dedikasi utama INLA Indonesia adalah mengarahkan perjuangan setiap anggotanya untuk kembali kepada keindahan kodrati hati nurani. Sebab jika kita bercita-cita untuk mewujudkan keluarga, masyarakat, bangsa, dan dunia yang damai dan bahagia, dari sinilah kita memulainya.

Tepat pada tanggal 11 – 12 Agustus 2007, diadakanlah Festival Tarian Seni Tari Kasih Semesta (Jakarta, the 4th International Youth Nature Loving Festival) yang diselenggarakan di Arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran Jakarta Utara. Acara ini diikuti oleh 16 negara dan terdiri dari 24 tim dari mancanegara baik dari benua Asia, Australia, Amerika bahkan sampai benua Afrika.

Festival yang diselenggarakan di Indonesia ini merupakan Festival yang ke-4, yang sebelumnya pada tahun 2004 diselenggarakan di Taiwan, tahun 2005 juga di Taiwan, tahun 2006 di Hongkong dan tahun 2007 di Indonesia. Sungguh merupakan suatu keberuntungan karena Indonesia mendapatkan kesempatan sebagai tuan rumah penyelenggara Festival Seni Tari Kasih Semesta 2007 di Jakarta Indonesia. Inti atau falsafah dari festival ini adalah “Lindungi Kehidupan, Mengasihi Kehidupan, Cintai Kehidupan dan Muliakan Kehidupan” dan juga mencintai alam semesta. Festival ini merupakan festival terakbar yang baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia.

Festival yang diselenggarakan di Jakarta – Indonesia ini, di bawah naungan dari INLA INTERNATIONAL yang didirikan oleh Master Wang Tzu Guang selaku Founder President The International Nature Loving Federation. Festival ini di hari pertama (11 Agustus) dihadiri oleh 20000 pengunjung. Dan di hari kedua (12 Agustus) mencapai 20000 lebih pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara.

Selain itu juga di hadiri oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI dalam hal ini mewakili Bapak Presiden RI yaitu Bapak Ir. Jero Wacik, SE, kemudian Ketua Umum DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) Ibu Hartati Murdaya, kata sambutan dari Gubenur Provinsi DKI Jakarta Bapak Sutiyoso, kata sambutan dari Menteri Agama RI Bapak Muhammad M. Basyuni serta dihadiri oleh para petinggi Negara dan para duta besar sahabat dari mancanegara. Serta para sponsor yang ikut mendukung terselenggaranya acara ini.

Dalam festival ini juga dihadiri oleh para juri professional dari mancanegara untuk memberikan penilaian terhadap masing-masing tim yang hadir beliau-beliau adalah Arcadius Sentot Sudiharto (Pengamat Seni Tari Indonesia), Chang Yung Yu (Pengamat & Dosen Chinese Culture University – China), Ed Yen (Produser & Penulis Nada Musik Populer & Klasik – China), Eric Wang (Produser Rekaman Digital Media – Taiwan), Wang Sheng Di (Guru & Instruktur Musik Tradisional & Modern).

Festival ini juga diliput oleh berbagai media cetak dan TV Swasta seperti SCTV yang meliput acara festival tersebut. Berikut ini adalah nama-nama berbagai tim dari mancanegara yang ikut dalam Festival INLA INDONESIA, yaitu
1. Tim Samudera Raya – Australia (The Great Ocean Youth Team of Australia),
2. Tim Cahaya Surya – Kamboja (The Shiny Sky Youth Team of Cambodia),
3. Tim Bunga Salju – Kanada (The Snow Flakes Youth Team of Canada),
4. Tim Sungai Yangtze – China (The Yangtze River Youth Team of China),
5. Tim Sungai Mei – China (The Plum River Youth Team of China),
6. Tim Padang Rumput – Hongkong (The Jade Prairie Youth Team of Hongkong),
7. Tim Fajar Menyinsing – Hongaria (The Morning Sun Youth Team of Hungary),
8. Tim Sungai Gangga – India (The Gangga River Youth Team of India),


9. Tim Rumput Hijau – Indonesia, Batam (The Green Meadow Youth Team of Indonesia),
10.Tim Kabut Gunung – Indonesia, Singkawang (The Mountain Mists Youth Team of Indonesia),
11.Tim Pelangi Ceria – Jepang (The Cheering Rainbow Youth Team of Japan),
12.Tim Lautan Luas – Korea (The Wide Sea Youth Team of Korea),
13.Tim Mentari Pagi – Madagaskar (The Morning Glory Youth Team of Madagascar),
14.Tim Kemilau Danau – Malaysia (The Radiant Pond Youth Team of Malaysia),
15.Tim Telaga Besar – Myanmar (The Torrential Stream Youth Team of Myanmar),

16.Tim Sinar Fajar – Singapura (The First Rays Youth Team of Singapore),
17.Tim Rinai Hujan – Thailand (The Drifting Rain Youth Team of Thailand),
18.Tim Bumi Raya – China Taipei (The Vast Land Youth Team of China Taipei),
19.Tim Rimba Belantara – Indonesia, Jakarta (The Exuberant Forest Youth Team of Indonesia),
20.Tim Langit Biru – Indonesia, Bali (The Blue Sky Youth Team of Indonesia),

21.Tim Awan Putih – Indonesia, Medan (TheWhite Cloud Youth Team of Indonesia),
22.Tim Semerbak Bunga – Indonesia, Medan (The Fragrant Blossom Youth Team of Indonesia),
23.Tim Sinar Lembayung – Indonesia, Jakarta (The Prismatic Light Youth Team of Indonesia),
24.Tim Cahaya Bintang – Indonesia, Palembang (The Sparkle Stars Youth Team of Indonesia).

Semoga dengan adanya festival ini dapat memberikan makna yang besar didalam kehidupan kita. Tidak hanya untuk diri sendiri melainkan untuk masyarakat dan dunia serta menjaga dan melestarikan alam semesta ini dari kehancuran. Karena itulah festival kasih semesta international ini diadakan sebagai simbol perdamaian dan cinta kasih bagi dunia dan umat manusia. INLA INTERNATIONAL membawa kita menuju masa depan gemilang melalui banyak kegiatan festival seni dan budaya yang tidak membedakan culture bangsa, agama, ras dan lain sebagainya. Maka dunia menjadi satu keluarga yang harmonis bagaikan alam semesta.

Festival Tari Kasih Semesta terselengara berkat kerjasama dengan WALUBI ( Perwakilan Umat Buddha Indonesia), MAPANBUMI ( Majelis Buddha Maitreya Indonesia ), World Maitreya organization, INLA ( Internasional Nature Loving Association ), INLA Indonesia, IVS ( Indonesian Vegetarian Society ) dan Para Sponsor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar